
Berselang 8 tahun setelah EP “Menantang Langit” (demajors, 2017), kelanjutan dari dua album penuh sebelumnya “Himne Perang Akhir Pekan” (Sepsis Records/ demajors, 2013) dan “Simponi Kebisingan Babi Neraka” (Belukar Records, 2008). down for life, kolektif cadas dari Solo merilis album terbaru “Kalatidha”.
Ini adalah perjalanan spiritual terbaru dari down for life. Memaknai budaya dan spiritual Jawa tentang periode waktu kehidupan, era di mana tatanan budi pekerti, etika dan moral tidak lagi dianggap penting. Hal baik-buruk, benar-salah, semua dikesampingkan atas dasar nafsu keserakahan dan kekuasaan duniawi. Diambil dari “Serat Jangka Jayabaya” yang ditulis ulang oleh Ranggawarsita.
Album “Kalatidha” digarap selama 6 tahun dengan segala tantangan juga keterbatasan. Melewati masa pandemi, rutinitas kehidupan dan jeda jadwal panggung yang cukup padat. Dikemas dalam 10 komposisi musik yang keras, berat dan gelap. Materi sebagian besar direkam di Studio Darktones, Jakarta Timur, di bawah arahan produser ganda Adria Sarvianto, yang juga mengerjakan mixing di Studio Darling di Jakarta, dan Stephanus Adjie. Sebagian lagi dikerjakan di Studio Kua Etnika Yogyakarta, Studio Krisna Siregar Music dan Studio Nocturnal Blazze di Jakarta Selatan, dan Studio Winsome di Solo. Proses mastering oleh Machine The Producer di Machine Shop di Austin, Texas, Amerika Serikat. Machine, yang bernama asli Gene Freeman, adalah produser yang menggarap album Lamb Of God, Clutch, hingga Suicide Silence. Ilustrasi album dikerjakan oleh Akmal Abdurrahman dan Ardha Lepa dengan desain grafis oleh Jahlo Gomes.

“Kalatidha” merekam dengan jelas jejak spiritual terbaru dari 25 tahun perjalanan down for life. Perjalanan yang membawa mereka kembali ke akar untuk membumi, sekaligus di saat yang bersamaan mengangkasa melepas kepal perlawanan penuh api.
Perjalanan yang juga meniupkan nyawa baru di lagu-lagu mereka yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bagaimana kini mereka menceritakan hal-hal seperti ode untuk anak-anak berkebutuhan khusus di “Children of Eden”, senandung perusakan alam dan perlawanan masyarakat adat di “Prahara Jenggala” yang video musiknya dikerjakan berkolaborasi dengan Trend Asia dan masuk dalam kompilasi “Sonic/ Panic Vol. 2” rilisan Alarm Records/ IKLIM, anthem penyemangat bagi klub sepakbola kebanggaan dari kota asal mereka, Persis Solo, berjudul “Sambernyawa”, hingga epos pengantar akhir jaman di “Sangkakala I” & “Sangkakala II”.
down for life untuk saat ini menjadi sebuah kolektif beranggotakan 8 orang personil yaitu: Stephanus Adjie (vokal), Rio Baskara (gitar), Isa Mahendrajati (gitar), Ahmad Ashar “Jojo” Hanafi (bass), Mattheus Aditirtono (bass), Muhammad Abdul Latief (drum), Adria Sarvianto (sequencer) dan Muhammad Firman “Bolie” Prasetyo (sequencer). Dalam beberapa panggung sering juga dibantu drummer Alvin Eka Putra (Noxa, Bongabonga, Dead Pits) dan Rangga Yudhistira (Hands Upon Salvation).
Susunan lagu dalam album “Kalatidha” :
- Buko Gunungan (intro) oleh Ari Wvlv dan Gayam 16
- Kalatidha (dibantu oleh Eko Warsito)
- Mantra Bentala
- Children of Eden
- Apokaliptika
- The Betrayal (dibantu oleh Bernice Nikki)
- Prahara Jenggala
- Sangkakala I
- Sangkakala II
- Sambernyawa (dibantu oleh Ultras 1923)
“Kalatidha” dipersembahkan oleh Blackandje Records, akan dirilis 31 Mei 2025 dalam bentuk CD dan vinyl (black & red marble).