
Terinspirasi oleh band asal Australia, Psychedelic Porn Crumpets, EP ini lahir dari dorongan spontan, eksploratif, dan bebas batas yang tumbuh dari ruang-ruang jamming di kampus. Kendrock yang beranggotakan Yusuf Harish (vokal), I Nyoman Bagus Ramapatra (gitar), Mikha Shalom Erswanto (bass), Muhammad Rafio Khalfani (gitar), Valentio Raphael Pasaribu (dum) dan Ahmad Jabreil Najwan (synth) merilis EP bertajuk “Delinquency”.
Sebagian besar lagu dalam EP ini lahir secara organik dari sesi jamming. Ide aransemen, riff-riff, hingga komposisi instrumental muncul begitu saja di momen-momen tak terduga—seolah musiknya menuntun kami, bukan sebaliknya. Namun berbeda dengan instrumen yang dibentuk secara spontan, lirik-lirik dalam EP ini kami garap dengan kesadaran penuh. Kami sepakat untuk membawa satu benang merah: kenakalan remaja.
Dari sinilah nama DELINQUENCY muncul, merujuk pada tindakan menyimpang yang kerap dilakukan anak-anak atau remaja. Tapi kami tidak hendak menggurui, apalagi menyampaikan keresahan moral masyarakat. Justru kami ingin menyuarakan dari sudut pandang para remaja itu sendiri—mereka yang terjebak dalam gaya hidup penuh gejolak, yang sering kali tak dipahami oleh dunia dewasa di sekitarnya.
Lagu-lagu dalam EP ini menggambarkan perjalanan seorang remaja yang hidup dalam pusaran pemberontakan, euforia, hingga kelelahan eksistensial. Mulai dari cerita tentang pesta, narkoba, perkelahian, hingga perasaan kosong yang datang setelah semuanya usai. Ada momen-momen refleksi di mana karakter dalam lagu merasa jenuh, tapi juga tidak tahu ke mana harus melangkah. Ini adalah potret kejujuran, bukan glorifikasi.
Secara musikal, EP DELINQUENCY adalah percampuran rasa yang eksploratif dan berani. Kami menggabungkan berbagai elemen seperti Psychedelic Rock, Hindi Rock, sentuhan musik Mediterranean, Heavy Garage Riff, dan Reggae, semua dilebur dalam semangat eksperimental. Beberapa lagu juga dihiasi dengan synth dan elemen elektronik yang memperkaya atmosfer, menciptakan pengalaman mendengarkan yang tidak hanya menarik secara ritmis, tapi juga emosional.
Tidak hanya berhenti di nada-nada modern, kami juga menyisipkan melodi dan nuansa tradisional dari berbagai daerah, sebagai bentuk penghargaan terhadap akar-akar budaya dan musikalitas yang membentuk kami. Ini menjadi jembatan antara masa kini dan masa lalu, antara bunyi kekinian dan nada-nada leluhur.DELINQUENCY bukan sekadar album. Ini adalah bentuk ekspresi yang jujur, ekspansif, dan tanpa pretensi. Sebuah dokumentasi musikal dari gejolak remaja yang mungkin pernah atau sedang kita rasakan.
Track List
1. Necis – Cerita ini menggambarkan kehidupan anak muda masa kini yang penuh dengan kepercayaan diri dan obsesi akan penampilan. Mereka selalu ingin tampil keren, mengikuti tren fashion terbaru, dan rutin menghadiri pesta-pesta demi eksistensi di media sosial. Dari luar, mereka tampak seperti sosok yang sukses dan bahagia, tetapi di balik itu semua, realita kehidupan mereka jauh dari kata stabil. Mereka hidup dari satu gaji ke gaji berikutnya, seringkali terjerat utang demi gaya hidup yang tak sebanding dengan kemampuan finansial. Gengsi menjadi segalanya, bahkan jika harus mengorbankan tabungan, kebutuhan pokok, atau masa depan. Kehidupan glamor yang mereka tampilkan hanyalah topeng, menyembunyikan kekacauan dan tekanan yang perlahan menggerogoti mereka dari dalam.
2. Fiction Trip – Kisah ini mengajak kita menyelami dunia di mana batas antara imajinasi dan realitas perlahan memudar. Segalanya tampak mungkin, namun juga membingungkan—layaknya mimpi yang terasa nyata, atau kenyataan yang terlalu absurd untuk dipercaya. Di dalam dunia ini, logika bukan lagi kompas utama; emosi, intuisi, dan pengalaman personal menjadi penuntun dalam menavigasi ruang-ruang ganjil yang dihuni oleh bayangan masa lalu, harapan yang tak tersampaikan, dan ketakutan yang membentuk dimensi baru. Realitas bergeser sesuai cara pandang, dan imajinasi menjadi alat untuk bertahan hidup. Di sinilah tokoh-tokohnya terombang-ambing, mencari makna di tengah pusaran perasaan dan persepsi yang saling tumpang tindih.
3. Through The Journey – Ini adalah kisah tentang konflik batin yang diam-diam menggerogoti seseorang dari dalam. Ia merasa muak dengan hiruk-pikuk dunia luar—suara bising, percakapan basa-basi, tatapan kosong di tengah keramaian—semuanya terasa melelahkan dan membangkitkan rasa asing dalam dirinya. Namun, ketika ia menarik diri dan tenggelam dalam sunyi, kesepian datang menyerang seperti kabut dingin yang menyelimuti hati. Ada kekosongan yang menganga, rasa rindu akan keberadaan manusia lain, meski dalam waktu bersamaan ia membenci keberisikan mereka. Setiap langkah menjauh dari dunia terasa seperti penyelamatan, tapi juga sebuah hukuman. Ia terombang-ambing, mencari tempat di antara dua kutub yang tak pernah bisa ia damaikan—di antara kebutuhan untuk sendiri dan keinginan untuk tidak merasa sendirian.
4. Acid Embrace – Cerita ini membawa kita menyelami pengalaman psikadelik yang transenden, sebuah perjalanan batin yang tidak hanya mengguncang realitas, tetapi juga membuka lapisan-lapisan tersembunyi dari kesadaran. Tokohnya terjerumus ke dalam dunia yang tampak cair dan berubah-ubah—warna-warna menari di udara, suara menjadi bentuk, dan waktu kehilangan maknanya. Dalam dunia tersebut, batas antara kenyataan dan halusinasi tak lagi jelas. Ia bertemu pantulan dirinya dalam wujud yang tak terduga, menghadapi kenangan yang selama ini ia kubur, serta dihantui oleh ketakutan dan keinginan yang selama ini ia abaikan. Setiap langkah yang ia ambil adalah lompatan menuju pemahaman, atau mungkin justru semakin dalam ke dalam kekacauan. Dunia itu tidak memberinya jawaban, hanya cermin-cermin bengkok yang memaksanya melihat dirinya dari sudut-sudut yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.